KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga dapat menyelesaiakan makalah ini. Adapun judul
dalam makalah ini tentang Mandala Sulawesi Barat Bagian Utara. Tidak lupa juga saya
hanturkan banyak terima kasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah yang
telah memberikan arahan dan petunjuk, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dalam waktunya.
Gorontalo,
19 November 2013
Ike Abdullah
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ 3
1.1 Latar belakang............................................................................. 3
1.2 Tujuan.......................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 5
2.1 Geologi Regional .......................................................................... 5
2.1.1 Mandala Barat Bagian Utara............................................ 6
2.2 Tektonik Regional......................................................................... 9
2.3 Geomorfologi Mandala Barat
Bagian Utara.............................. 13
2.4 Potensi Sumber Daya Mineral..................................................... 14
2.5 Potensi Bencana Geologi.............................................................. 15
BAB III PENUTUP..................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah
kepulauan Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik
menyerupai huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke timur, timur
laut, tenggara dan selatan. Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat,
Filipina di sebelah utara, Flores di sebelah selatan, Timor di sebelah tenggara
dan Maluku di sebelah timur. Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang
kompleks karena merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng
Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke
arah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta
lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng Filipina.
Gambar 1. Zona
Batas Lempeng Indonesia (Hall and Smyth, 2008)
Proses
tumbukan keempat lempeng tersebut menyebabkan Pulau Sulawesi memiliki empat
buah lengan dengan proses tektonik yang berbeda-beda membentuk satu kesatuan
mosaik geologi. Pulau ini seakan dirobek oleh berbagai sesar seperti; sesar
Palu-Koro, sesar Poso, sesar Matano, sesar Lawanopo, sesar Walanae, sesar
Gorontalo, sesar Batui, sesar Tolo, sesar Makassar dan lain-lain, dimana
berbagai jenis batuan bercampur sehingga posisi stratigrafinya menjadi sangat
rumit. Pada bagian utara pulau Sulawesi terdapat palung Sulawesi utara yang
terbentuk oleh subduksi kerak samudera dari laut Sulawesi, sedangkan di bagian
tenggara Sulawesi terdapat sesar Tolo yang merupakan tempat berlangsungnya
subduksi antara lengan tenggara Pulau Sulawesi dengan bagian utara laut Banda,
dimana kedua struktur utama tersebut dihubungkan oleh sesar Palu-Koro dan
Matano. Adapun dibagian barat Sulawesi terdapat selat Makassar yang memisahkan
bagian barat Sulawesi dengan busur Sunda yang merupakan bagian lempeng Eurasia
yang diperkirakan terbentuk dari proses pemekaran lantai samudera pada masa
Miosen, sedangkan dibagian timur terdapat fragmen-fragmen benua yang berpindah
karena strike-slip faults dari New Guinea.
1.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari
makalah ini yaitu mahasiswa dapat :
1.
Mengetahui Geologi Regional / Mandala Sulawesi
Barat Bagian Utara.
2.
Mengetahui Tektonik Regional Sulawesi Barat
Bagian Utara.
3.
Mengetahui Geomorfologi dari Sulawesi
Barat Bagian Utara.
4.
Mengetahui Potensi Sumber Daya Mineral
Sulawesi Barat Bagian Utara.
5.
Mengetahui Potensi Bencana Geologi
Sulawesi Barat Bagian Utara.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Geologi Regional
Berdasarkan struktur
litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi menjadi empat, yaitu;
Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah
(Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi
batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, Mandala timur (East Sulawesi
Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera
berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah
Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan tenggara
Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena
strike-slip faults dari New Guinea.
Gambar 2.
Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)
Mandala Barat (West & North
Sulawesi Vulcano-Plutonic Arc)
Mandala barat memanjang dari lengan utara
sampai dengan lengan selatan pulau Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari
batuan volkanik-plutonik berusia Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia
mesozoikum-tersier dan batuan malihan. Van
Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara memanjang
dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai sekitar
Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk
pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen -
Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat
kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur Mesozoikum -
Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid
bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok,
dan retas.
2.1.1 Mandala Barat Bagian Utara
Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi
Sulawesi Utara dan Gorontalo, memanjang sekitar 500km dari 121o E –
125020’E dengan lebar 50-70 km dan memiliki ketinggian lebih dari
2065 m, dimana ketinggian daerah di sekitar leher pulau Sulawesi mencapai 3.225
m.
Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi
oleh batugamping sebagai satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan
batuan lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari
breksikonglomerat kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu lanau
dan batu lempung yang didapatkan di daerah Ratatotok – Basaan, serta breksi
andesit piroksen. Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen
batuan volkanik kasar andesitan mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi
ignimbrit, serta lava andesit-trakit.
Batuan Kuarter terdiri dari kelompok
Batuan Gunung api Muda terdiri atas lava andesit-basal, bom, lapili dan abu.
Kelompok batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu koral, endapan danau
dan sungai serta endapan aluvium. Adapun sirtu atau batu kali banyak terdapat
di daerah sungai Buyat yang diusahakan oleh penduduk setempat sebagai bahan
pondasi bangunan.
Gambar 3.
Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara
Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi
menjadi dua tahap, yaitu subduksi di bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen
(22 – 16 Ma) dan pasca tumbukan dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan
subduksi sepanjang palung Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan
Kuarter (9 Ma). Batuan vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter,
menyimpan banyak geologi daerah sekitar Manado di masa awal Miosen.
Singkapan-singkapan kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik
Kuarter yang menutupi kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado, menunjukkan bahwa
busur volkanik yang lebih tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai
ke Mindanao yang membentuk basement busur Sangihe saat ini.
Adapun busur Neogen yang merupakan busur
batuan gunung api tidak berada di antara Tolitoli dan Palu di sekitar leher
pulau Sulawesi, hal ini disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi
dalam, dimana batuan granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur
Sulawesi di masa awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat
sedikit. Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal
Miosen berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo
Palu-Matano.
Gambar 4.
Peta Geologi Gorontalo
Daerah Gorontalo merupakan bagian
dari lajur volkano-plutonik Sulawesi Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api
Eosen - Pliosen dan batuan terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen
di daerah penelitian berlangsung relatif menerus sejak Eosen – Miosen Awal
sampai Kuarter, dengan lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu
runtunan regresif. Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan
sedimen, dan sebaliknya pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan
gunung api, sehingga kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi
yang jelas. Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit,
sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan.
Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo disusun oleh
batuan dengan urutan stratigrafi sebagai berikut :
1. Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit
dan munzonit kwarsa.
2. Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf
lapili dan breksi gunungapi.
3. Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau
dengan sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping terumbu.
Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan alluvial.
2.2 Tektonik Regional
Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan
evolusi tektonik dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di
Sulawesi bagian barat pada masa kenozoikum. Yang pertama adalah rifting dan
pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada Paleogen yang menciptakan
ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang
kedua adalah peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini
dipengaruhi oleh tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta fragmen-fragmen
busur kepulauan di arah timur. Fragmen-fragmen ini termasuk mikro-kontinen
Buton, Tukang Besi dan Baggai Sula. Kompresi ini menghasilkan Jalur Lipatan
Sulawesi Barat (West Sulawesi Fold Belt) yang berkembang pada Pliosen
Awal. Meskipun ukuran fragmen-fragmen ini relatif kecil, efek dari koalisinya
dipercaya menjadi penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa tektonik di seluruh
bagian Sulawesi (Calvert, 2003).
Gambar 5.
Perkembangan Tektonik Sulawesi (Hall dan Smyth, 2008)
1.
Kapur Akhir
Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan
di daerah yang luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen ini
ditindih oleh kompleks melange di bagian selatan dan kompleks batuan dasar
metamorf di bagian tengah dan utara . Sedimen umumnya berasosiasi dengan lava
dan piroklastik yang mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur
kepulauan vulkanik dan diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto
& Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang
sebagai cekungan laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak
zaman Jura di atas batuan dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut
dalam Kapur ini dipisahkan oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian
Barat.
Palung tersebut kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah
barat, tempat Melange Wasuponda berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak,
1981).
Subduksi ini menyebabkan terjadinya magmatisme di sepanjang daerah
Sulawesi Bagian Barat. Batuan metamorf yang ada di Sulawesi Bagian Barat
diyakini terjadi selama subduksi Kapur ini. Daerah Banggai-Sula merupakan
bagian dari paparan benua sejak Mesozoikum awal, dimana diendapkan klastik
berumur Trias akhir hingga Kapur. Batuan dasar benua terdiri dari batuan
metamorf zaman karbon dan plutonik Permo-Trias.
2.
Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat
berhenti di bagian selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut hingga
Eosen. Gunungapi aktif setempat selama Paleo sen di bagian selatan dan selama
Eosen di bagian tengah dan utara, pengendapan batuan karbonat (Formasi Tonasa)
terjadi di daerah yang luas di selatan selama Eosen hingga Miosen yang
mengindikasikan bahwa bagian daerah tersebut adalah paparan yang stabil. Sejak:
Paleosen, sulawesi bagian timur mengalami shoaling dan diendapkan batuan
karbonat air-dangkal (Formasi Lerea).
Pengendapan batuan karbonat di daerah ini berlanjut hingga Miosen
Awal (Formasi Takaluku). Di bagian barat Banggai-Sula, sikuen tebal karbonat
bersisipan klastik diendapkan di daerah yang luas. Karbonat ini diendapkan
sampai Miosen Tengah (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Zona subduksi dengan kemiringan ke barat yang dimulai sejak zaman
Kapur menghasilkan vulkanik Tersier Awal di Daerah Sulawesi Bagian Barat, dan
proses shoaling laut di daerah Sulawesi Bagian Timur, begitu pula di
Daerah Banggai-Sula (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Di daerah Selat Makassar terjadi peregangan kerak. Daerah Selat
Makassar bagian utara adalah bagian awal dari failed rift atau aulacogen,
yang terbentuk sebagai bagian selatan dari pusat pemekaran Laut Sulawesi.
Kombinasi guyot, kelurusan gravitasi, fasies seismik, bersama dengan
distribusi aliran panas yang dihasilkan oleh Kacewicz dkk tahun 2002 (dalam
Fraser dkk., 2003), mendukung usulan pola transform/ekstensional untuk
peregangan kerak Eosen Tengah di laut dalam Cekungan Makassar Utara.
Titik paling utara Selat Makassar yang mengalami transform adalah
cekungan Muara dan Berau. Sumbu pemekaran lantai samudera kemudian menyebar ke
arah selatan mendekati Paternosfer Platform sumbunya menyimpang ke arah timur
dan kembali ke arah liaratdaya menuju Selat Makassar selatan. Perluasan yang
menerus dan diikuti pembebanan pada Eosen akhir (menghasilkan peningkatan
akomodasi ruang yang signifikan), kelimpahan material benua berbutir halus
diendapkan di daerah yang luas pada Cekungan Makassar Utara, berlanjut hingga
Oligo sen dan Miosen Awal. Suksesi batulempung tebal yang dihasilkan membentuk
media yang mobile untuk thinskinned basal detachment di bawah
bagian selatan dari Jalur Lipatan Sulawesi Barat yang mulai ada selama Pliosen
awal.
3.
Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya
vulkanisme yang kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi Bagian Barat.
Batuan vulkanik yang awalnya diendapkan lingkungan dasar laut dan kemudian
setempat menjadi terestrial pada Pliosen. Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal
di selatan tetapi menerus sampai sekarang di bagian utara.
Magmatisme yang kuat di Daerah Sulawesi Bagian Barat selama Miosen
Tengah berkaitan dengan dengan proses tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi
Bagian Timur akibat gerakan benua-mikro Banggai-Sula ke arah barat. Peristiwa
tektonik ini mengangkat dan menganjak hampir keseluruhan material di dalam
Daerah Sulawesi Timur, batuan ofiolit teranjak dan terimbrikasi dengan batuan
yang berasosiasi termasuk melange.
Pada bagian lain, ofioit di bagian timur menyusup ke arah timur ke
dalam sedimen Mesozoikum dan Paleogen dari Daerah BanggaiSula. Selama
pengangkatan seluruh daerah Sulawesi yang terjadi sejak Miosen Tengah, sesar
turun (block-faulting) terbentuk di berbagai tempat membentuk cekungancekungan
berbentuk graben. Saat Pliosen, seluruh area didominasi oleh block faulting
dan sesar utama seperti sesar Palu-Koro tetap aktif. Pergerakan epirogenic
setelahnya membentuk morfologi Pulau Sulawesi yang sekarang. Peristiwa tektonik
ini menghasilkan cekungan laut dangkal dan sempit di beberapa tempat dan
beberapa cekungan darat terisolasi. Batuan klastik kasar terendapkan di
cekungan-cekungan ini dan mernbentuk Molasse Sulawesi.
Peristiwa tektonik Miosen Tengah juga membengkokkan Daerah
Sulawesi bagian Barat seperti bentuk lengkungan yang sekarang dan menyingkap
batuan metamorf di bagian leher pulau. Jaluh Lipatan Sulawesi Barat terletak
tepat di sebelah barat Sesar Palu-Koro, sebuah transform kerak besar dan
sinistral, yang pada awalnya terbentuk saat Eosen oleh pemekaran Laut Sulawesi.
Kompresi yang menerus menghasilkan strukturstruktur berarah barat dari JLSB,
sementara material mikro-kontinen yang awalnya berasal dari Lempeng Australia
(Material Australoid) bergerak ke arah barat selama Miosen bertumbukan dengan
JLSB. Pada Pliosen awal, bagian timur dari batas pre-rift dari Cekungan
Makassar Utara membentuk komponen dasar laut dari JLSB. Mikrokontinen
Australia ini yang pertama adalah Buton, kemudian diikuti oleh
Tukang Besi. Arah vector tumbukan ini pada awalnya adalah utara-barat laut
(dengan perhitungan sekarang), tumbukan selanjutnya lebih berarah baratlaut.
Variasi ini cukup signifikan, mengingat arah stress yang datang (dari timor dan
selatan) mempengaruhi arah displacement kompresi yang sudah ada di
JLSB.
2.3 Geomorfologi Sulawesi Barat
Bagian Utara
a. Meliputi
propinsi Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan sulawesi Utara
b. Mempunyai
bentuk berkelok-kelok
c. Terdapat
gunung api yang masih aktif (Gunung Colo)
d. Terdapat
banyak patahan (Patahan Palu dan Patahan Gorontalo)
e. Dipisahkan
dari lengan timur oleh Teluk Tomini
f. DAS
sempit, sungai pendek dan morfologinya kasar serta banyak perbukitan dan pegunungan
2.4 Potensi Sumber Daya Mineral
Potensi
sulawesi utara memiliki potensi sumber daya mineral baik berupa logam maupun
non logam yang cukup besar.
Potensi
itu tersebar antara lain di kabupaten minahasa, minahasa utara, minahasa
selatan, minahasa tenggara, bolaang
mongonndow, bolaang mongondow utara, bolaang mongondow timur, bolaang mongondow
selatan, sangihe, talaud dan kota bitung.
Perak
sekitar 13.879 ton, tersebar di minahasa, minahasa tenggara, bolaang
mongondow timur, dan bolaang mongondow utara.
Biji
besi potensinya di minahasa utara, bolaang mongondow utara, sangihe dan
kandungan sekitar 18.427 juta ton.
Kemudian
pasir besi di minahasa selatan, minahasa tenggara, bolaang mongondow timur, dan
sangihe. Kandungan batu gaping dan batu lempung tersebut ternyata kandungan
potensi yang dimiliki cukup besar
2.5 Potensi Bencana Geologi
Letak Pulau Sulawesi dalam tatanan tektonik global
berada pada daerah pertemuan tiga lempeng bumi yang saling berinteraksi satu
sama lain dan merupakan zona gesekan/suture antara lempeng makro Indonesia
barat dengan lempeng mikro Indonesia timur. Kondisi inilah yang menyebabkan
Sulawesi sangat potensial terhadap bencana alam geologi terutama gempa dan
tsunami.
Pulau Sulawesi,
walaupun merupakan lempeng mikro yang sifat gempanya lebih kecil
dibanding Indonesia barat (lempeng makro), namun sebenarnya Pulau Sulawesi
tersebut diapit oleh lempeng – lempeng besar seperti lempeng Australia,
Pasifik, Asia dan Laut Sulawesi, sehingga ancaman akan bencana gempa dan
tsunami tetap berpotensi besar.
1. Gempabumi
Gempabumi adalah suatu sentakan yang
disebabkan oleh pelepasan energi yang bersumber dari dalam bumi kemudian
merambat ke permukaan, getarannya dapat dirasakan langsung oleh manusia ataupun melalui pencatat gempa (seismograf).
Secara umum, gempabumi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pergerakan lempeng bumi yang
menimbulkan gempa tektonik, letusan
gunungapi menghasilkan gempa gunungapi dan runtuhan lapisan batuan yang disebut
gempa runtuhan. Dari sisi lain
berdasarkan kedalaman fokus gempa, dikenal ada tiga jenis gempa yaitu
gempa dangkal dengan fokus gempa lebih kecil dari 60 km, gempa menengah fokus
gempa antara 60 –300 km dan gempa dalam
fokus gempanya lebih besar dari 300 km.
Jenis gempa yang terjadi di kawasan
Sulawesi berupa gempa tektonik dan hanya pada daerah utara (Manado dan
sekitarnya ) sebagai busur gunungapi aktif dapat terjadi gempa gunungapi.
Lokasi –
lokasi atau titik gempa pada umumnya bergenerasi pada daerah
persinggungan dan perpotongan patahan atau daerah tumbukan lempeng, dimana pada
daerah ini lempeng – lempeng bumi saling
berinteraksi dan saling menghalang
– halangi laju pergerakannya
sehingga dapat menampung dan melepaskan
energi dalam bentuk gempa bumi. Berdasarkan hal tersebut diatas maka daerah yang berpotensi terjadi gempa adalah sepanjang jalur patahan Walanae. Patahan Palu-Koro, Matano-Lawanoppo,
Kolaka-Teluk Bone, Paternoster Selat Makassar dan sekitarnya, Gorontalo dan
Manado serta jalur patahan Batui-Balantak-Sorong. Daerah –
daerah yang berpotensi terjadi gempa ditunjukkan dalam gambar 3 dan
4 pada peta gempabumi kawasan Sulawesi.
2.
Tsunami
Secara harfiah, tsunami berasal dari
bahasa Jepang, yaitu tsu berarti pelabuhan dan nami adalah gelombang laut. Jadi tsunami
adalah gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi bawah laut, letusan
gunungapi bawah laut,longsoran bawah laut, dan jatuhnya meteorit di laut. Dapat menggerakkan seluruh massa air
laut dengan periode gelombang panjang,
tinggi dapat mencapai 50 m dan kecepatan mencapai 400 –1000 km/jam.
Pulau Sulawesi yang terletak pada
gugusan lempeng – lempeng mikro akan mengalami tsunami tidak
sebesar wilayah Indonesia barat yang sifatnya lempeng makro, namun yang perlu
diwaspadai adalah dampak pergerakan lempeng makro Australia dari selatan dan
Pasifik dari timur dapat menghasilkan tsunami lebih besar. Jenis gempabumi yang
berpotensi menimbulkan tsunami yaitu berfokus di dasar laut dengan sifat dan
kondisi perairan antara lain :
a. Kekuatan
gempa diatas 6 SR
b. Gempa
dangkal yaitu kedalaman lebih kecil dari 60 km
c. Kedalaman
air yang cukup ( 500 – 5000 m). 5
d. Letak
fokus gempa baerada pada bagian luar tebing laut yang curam terhadap daratan
(luar zona subduksi), atau pada tebing – tebing patahan dasar laut.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka
ada beberapa lokasi gempa di kawasan Laut Sulawesi yang berpotensi terjadinya tsunami dengan topografi
dasar laut – pantai yang curam seperti
daerah Majene – Mamuju akibat pengaruh gempa yang terjadi di
daerah perpotongan patahan Paternoster dengan patahan naik Selat Makassar,
daerah Palu hingga Toli-toli oleh
perpotongan patahan Palu-Koro dengan patahan naik Selat Makassar,
Gorontalo oleh perpotongan patahan Gorontalo dengan subduksi lempeng Laut
Sulawesi, Luwuk-Banggai oleh perpotongan patahan Gorontalo dengan patahan
Sorong atau subduksi lempeng Laut Maluku,
Kendari-Wawoni-Buton oleh perpotongan patahan Lawanoppo dengan thrust
Wawoni, ujung selatan Sulawesi Selatan sebagai imbas dari tsunami Laut
Flores dari hasil perpotongan patahan Walanae-Palu-Koro dengan patahan Flores,
dan Siwa-Palopo oleh perpotongan patahan Kolaka dengan Palu-Koro. Daerah –
daerah yang pernah dilanda tsunami sejak tahun tahun 1967 yaitu
Majene-Pinrang tahun 1967, Mamuju tahun 1969, Palu tahun 1968, Donggala tahun
1996, Toli-toli tahun 2000 dan Luwuk-Banggai tahun 1999 dan 2000
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Berdasarkan sejarah pembentukannya,
Pulau Sulawesi merupakan gabungan akumulasi lempeng –
lempeng mikro sejak zaman Tersier, yang
terdiri dari busur gunungapi Sulawesi Barat, kerak oseanik Sulawesi
Timur, mikro kontinen Banggai-Sula dan
kompleks metamorf Sulawesi tengah.
2.
Secara regional, tektonik global Pulau
Sulawesi mendapat tekanan dari selatan
yaitu lempeng Australia, lempeng Pasifik barat dari timur dan dari barat Kraton
Asia yang menyebabkan terbentuknya
deformasi dan pola struktur geser dan naik, patahan Walanae, Palu-Koro, Matano-Lawanoppo,
Gorontalo, Kolaka, Paternoster, Batui-Balantak, subduksi lempeng Laut Sulawesi
dan lempeng Laut Maluku.
3.
Lokasi
– lokasi yang berpotensi
menimbulkan gempa adalah pada daerah
perpotongan
atau persinggungan patahan/subduksi lempeng seperti yang terdapat pada jalur
patahan Walanae, Palu-Koro, Paternoster, Gorontalo dan lain – lain.
4.
Daerah yang berpotensi terjadinya
tsunami adalah pusat gempa di laut yang
mempunyai tebing laut curam terhadap pantai/daratan, seperti Majene, Mamuju,
Palu-Tolitoli, Banggai-Sula, Kendari-Buton dan Siwa-Palopo.
DAFTAR PUSTAKA
Sompotan,
F.Armstrong, 2012, Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan Sains Kebumian, Institut Teknologi:Bandung.
Anonim, 2013, Geomorfologi pulau
sulawesi . http://fokusgeografi.blogspot.com.
(di akses pada tanggal 18 November 2013)
Anonim, 2013, Sulut Menjadi Pusat Kekayaan alam dengan
Sumber Daya. http://energitoday.com.
( diakses pada tanggal 18 November 2013)
Anonim, 2013, Potensi Bencana Geologi. http://repository.unhas.ac.id.
(di akses pada tanggal 18 November
2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar